Friday, November 25, 2016

PERTUMBUHAN FISIK ANAK USIA SEKOLAH

A.    Pertumbuhan Badan
Pertumbuhan pada masa anak berlangsung secara lambat namun konsisten. Masa ini merupakan periode tenang sebelum akhirnya mereka mengalami pertumbuhan yang cepat (grow spurt) dimasa remaja. Pada usia antara 6 dan 11 tahun, anak-anak tumbuh sekitar 2-3 inci (5,8 cm - 7,62 cm) setiap tahunnya dan beratnya bertambah sekitar dua kali lipat (McDowell, Fray, Odgen, & Flegal, 2008). Ketika berusia 11 tahun. Anak perempuan biasanya memiliki ketinggian 4 kaki 101/4 inci (147.95 cm) Sementara anak laki-laki biasanya memiliki ketinggian 4 kaki 9 inci (144.78 cm). Di masa kanak-kanak pertengahangan dan akhir anak-anak mengalami penambahan berat badan sebesar 5 hingga 7 pon (2,5 kg - 3,5 kg) setiap tahunnya. Pertambahan berat ini terutama terkait dengan peningkatan ukuran kerangka dan sistem  otot, maupun ukuran beberapa organ tubuh (Santrock, 2012).
Perubahan proporsi adalah perubahan fisik yang paling jelas terlihat dimasa anak-anak pertengahan dan akhir. Lingkar kepala, lingkar pinggang, dan panjang kaki, berkurang dibandingkan dengan ketinggian tubuh (Hockenberry & Wilson, 2009). Perubahan fisik yang kurang terlihat secara jelas adalah tulang mengeras di masa anak-anak namun menjadikan tekanan dan tarikan yang lebih kuat daripada tulang orang dewas. Jadi, pada masa ini peningkatan berat badan lebih banyak dibandingkan panjangkan badannya. Kaki dan tangan menjadi lebih panjang, dada dan panggul lebih besar. Peningkatan berat badan anak selama masa ini terjadi terutama karena bertambahnya ukuran sistem rangka dan otot, serta ukuran beberapa organ tubuh (Desmita, 2009).
Masa dan kekuatan otot meningkat secara bertahap di tahun-tahun ini, sementara “lemak bayi” mulai berkurang. Berak-gerakan bebas dan benturan-benturan pada lutut di masa anak-anak dapat menumbuhkan otot. Di masa ini, faktor hereditas maupun olahraga  dapat melipatgandakan kekuatan mereka. Anak laki-laki biasanya juga lebih kuat dibandingkan anak perempuan karena mimilki jumlah sel otot lebih banyak. Anak perempuan memiliki jaringan lemak lebih banyak daripada anak laki-laki, sifat ini akan terus bertahan hingga dewasa (Feldman, 2015).
Contoh anak laki-laki dan perempuan dari ras Afro Amerika cenderung tumbuh lebih cepat dibandingkan anak dari ras kulit putih. Pada usia 6 tahun, anak perempuan dari ras Afro Amerika memiliki massa otot dan massa tulang yang lebih besar daripada anak perempuan (dengan usia yang sama) dari ras Eropa Amerika (ras kulit putih) atau ras Meksiko Amerika, sedangkan anak perempuan dari ras Meksiko Amerika memiliki presentase lemak tubuh lebih besar dibandingkan dengan anak perempuan dengan ukuran yang sama dari ras kulit putih (Ellis, Abrams, & Wong, 1997).
Tabel 2.1
Tabel Pertumbuhan Fisik Anak pada Usia 6-11 tahun (presentil ke-50*)
Usia
Tinggi Badan (Inci)
Berat Badan (Pon)
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
6
46,6
47,6
48,8
52,2
7
49,5
49,3
56,6
56,4
8
51,4
51,3
62,1
64
9
54,5
54,0
75,0
71,2
10
56,6
55,7
89,2
82,2
11
59,6
58,8
104,3
97,4
*50% anak dari setiap kategori memiliki tinggi dan berat badan lebih tinggi dan berat badan di atas, sedangkan 50% berada di bawahnya.
Sumber: McDowell, Fryar, Odgen & Flegal, 2008.                  
Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa:
-          Pada usia 6 tahun anak laki-laki memiliki postur tubuh lebih tinggi dan memiliki badan lebih berat dibandingkan perempuan.
-          Pada usia 7 tahun anak perempuan memiliki postur tubuh lebih tinggi dan memiliki badan lebih berat dibandingkan anak perempuan.
-          Pada usia 8 tahun anak perempuan memiliki postur tubuh lebih tinggi dibanding anak laki-laki namun anak laki-laki memiliki berat badan lebih berat dibandingkan anak perempuan.
-          Pada usia 9-11 tahun anak perempuan memiliki postur tubuh lebih tinggi dan memiliki badan lebih berat dibandingkan anak perempuan.

B.     Perkembangan Motorik
Dimasa anak-anak, keterampilan motorik anak menjadi lebih halus dan lebih terkoordinasi dibandingkan di masa kanak-kanak. Anak-anak terlihat lebih cepat dalam berlari dan makin pandai meloncat. Anak juga semakin mampu menjaga keseimbangan badannya. Penguasaan badan, seperti membongkok, melakukan bermacam-macam latihan senam serta aktivitas olahraga berkembang pesat (Desmita, 2009). Sebagai contoh, di usia 3 tahun, hanya satu dari seribu anak-anak yang dapat memukul bola tenis hingga melewati net, namun di usia 10 atau 11 tahun hampir semua anak dapat mempelajari olahraga ini.  Keterampilan motorik kasar ini banyak melibatkan aktivitas otot. Dimana anak laki-laki biasanya lebih unggul dibandingkan anak perempuan.
Meningkatkan mielinisasi (proses pematangan selubung saraf) dari sistem saraf pusat dapat terlihat dalam peningkatan keterampilan motorik halus dimasa anak-anak. Ana-anak lebih tangkas dalam menggunaan tanggannya. Anak-anak usia 6 tahun dapat menggunakan palu, menempel, mengikat tali sepatu, dan mengancingkan pakaian. Diusia 7 tahun, tangan anak-anak sudah lebih mantap. Di usia ini, anak-anak memilih menggunakan pensil dibandingkan krayon untuk menulis. Huruf yang ditulis terbalik juga sudah lebih jarang terjadi. Tulisan tangan anak-anak sudah lebih kecil. Di usia 8 hingga 10 tahun, tangan mereka dapat dipergunakan secara mandiri dengan lebih tenang dan tepat. Koordinasi motorik halus sudah berkembang hingga mencapai tahap di mana anak-anak sudah dapat menulis daripada sekedar mencetak kata-kata. Ukuran tulisan kursif menjadi lebih kecil dan mantap. Di usia 10 hingga 12 tahun, anak-anak mulai memperlihatkan keterampilan manipulasi yang serupa dengan kemampuan orang dewasa. Mereka dapat menguasai gerakan-gerakan yang kompleks, rumit dan cepat, yang dibutuhkan untuk menghasilkan atau untuk memainkan sebuah lagu dengan menggunakan sebuah instrumen musik. Keterampilan motorik halus pada anak-anak perempuan biasanya lebih unggul dibandingkan pada anak laki-laki (Santrock, 2012). Dibawah ini disajikan tabel perkembangan motorik anak:
Tabel. 2.2
Perkembangan Motorik Anak
Usia
 Perilaku
6
-        Anak perempuan superior dalam hal gerakan akurasi, sedangkan anak laki-laki dalam aktivitas yang banyak menggunakan tenaga, dan tidak terlalu kompleks.
-        Meloncat jika memungkinkan.
-        Anak mampu memindahkan tubuh dan melompat dengan lincah.
7
-        Keseimbangan satu kaki tanpa melihat memungkinkan.
-        Anak mampu berjalan di atas palang selebar 2 inci (5,08 cm).
-        Anak mampu melompat dan meloncat secara akurat ke dalam kotak-kotak kecil.
-        Anak mampu melakukan latihan jumping jack secara akurat.
8
-        Anak memiliki kekuatan genggaman sebesar 12 pon (6 kg).
-        Jumlah anak yang bersedia berpartisipasi dalam permainan, baik laki-laki maupun perempuan paling besar dalam usia ini.
-        Anak-anak mampu melakukan lompatan dalam ritme yang bervariasi dengan pola 2-2, 2-3, 3-3.
-        Anak perempuan dapat melempar bola kecil sejauh 40 kaki (12,19m).
9
-        Anak laki-laki mampu berlari dengan kecepatan 16,5 kaki (5,2m) perdetik.
-        Anak laki-laki mampu melempar bola kecil sejauh 70 kaki (21,33m).
10
-        Anak-anak dapat menangkap dan mencegat bola kecil yang dilempar pada jarak tertentu.
-        Anak perempuan dapat berlari dengan kecepatan 17 kaki (5,18m) per detik.
11
-        Lompatan terlebar untuk anak laki-laki adalah 5 kaki (1,52m) dan untuk anak perempuan adalah 4,5 kaki (1,36m).
Sumber: diadaptasi dari bryant J, Cratty, Perceptual and Motor Development in Infants and Children, edisi ketiga Inglewood Cliffs, NJ; Prentice Hall, 1986.
Untuk memperhalus keterampilan-keterampilan motorik mereka, anak-anak terus melakukan berbagai aktivitas fisik. Aktivitas fisik ini dilakukan dalam bentuk permainan yang terkadang bersifat informal, permainan yang diatur sendir oleh mereka, seperti umpet-umpetan, dimana anak menggunakan keterampilan motoriknya. Disamping itu, anak-anak juga melibatkan diri dalam aktivitas permainan olahraga yang bersifat formal, seperti senam, berenang, dll.
Anak laki-laki cenderung memilih permainan yang banyak menggunakan kemampuan fisik, sedangkan anak perempuan cenderung menyukai permainan yang mengandung ekspresi verbal atau menghitung dengan suara lantang seperti lompat tali. Permainan seperti yang telah disebutkan di atas dapat meningkatkan ketangkasan dan kemampuan dalam bersosialisasi serta membantu penyesuaian diri terhadap sekolah (Pellegrini, Kato, Blatchfrod, & Baines, 2002).
Sekitar 10% dari anak usia sekolah, pada kelas awal, memainkan permainan kasar dan jatuh seperti bergulat, menendang, berguling, menjepit, dan mengejar, terkadang diikuti suara tertawa dan menjerit (Bjorklund & Pellegrini, 2002). Permainan seperti ini terlihat seperti perkelahian, akan tetapi permainan ini adalah permainan yang sudah biasa dimainkan dengan teman (P. K. Smith, 2005a).
Anak laki-laki di seluruh dunia lebih banyak berpartisipasi dalam permainan tersebut, dibandingkan dengan anak perempuan, hal tersebut dimungkinkan karena perbedaan hormon dan sosialisasi, dan oleh karena itu pula dalam permainan terdapat pemisahan jenis kelamin (Bjorklund & Pellegrini, 2002; Pellegrini dkk.,; P.K, Smith, 2005). Dari sudut pandang evolusioner, permainan di atas memiliki keuntungan adaptif, yaitu mengasah perkembangan otot dan tulang, latihan yang aman untuk mengingkatkan kemampuan dalam menyerang dan berkompetisi. Di usia 11 tahun adalah saat untuk menetapkan dominasi di antara teman sepermainan (Bjorklund & Pellegrini, 2000, 2002; P.K, Smith, 2005b).
Selain meningkatkan kemampuan motorik, aktivitas fisik secara rutin dapat memberikan keuntungan, baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu kontrol berat badan, penurunan tekanan darah, meningkatkan fungsi jantung dan pernapasan, serta meningkatkan harga diri dan kesejahteraan. Anak yang aktif, akan cenderung menjadi orang dewasa yang aktif. Organisasi olahraga harus mampu merekrut anak sebanyak mungkin dan harus fokus pada pembentukan keterampilan, bukan hanya berfokus pada kemenangan (AAP Committee on Sports Medicine and Fitness, 1992; Council on Sports Medicine and fitness % Council on School Health, 2006).


DAFTAR PUSTAKA 
Allen. (2010). Profil Perkembangan Anak. Jakarta: Indeks.
Desmita, (2009). Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Feldman, R.S. (2009). Development Across The Life Span. New Jersey: Pearson Education.
Feldman, R.S. (2012). Discovering The Life Span 2th Edition. New York: Pearson
Harlock, E.B. (1980). Psikologi Perkembangan (Terjemahan). Jakarta: Erlangga
Kail, R.V dan Cavamaugh, J.C. (2010). Human Development A Life Span View. Australia: Wadswoth Cangage Learning.
Papalia dan Feldman. (2014). Menyelami Perkembangan Manusia Edisi Ke-12 Terjemahan. Jakarta: Salemba Humatika.
Santrock. J.W. (2012). Life-Span Dpelopment, Perkembangan Masa-Hidup Edisi Ketigabelas Jilid 1 (Terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Santrock, J.W. (2011). Life Span Development 13th Edition. New York: MC. Graw Hill Companies Inc.
Sigelman, C.K and Rider, E.A. (2009). Life Span Human Development. Australia:

Thursday, November 24, 2016

RELASI ANTARA GURU DENGAN MURID

Relasi antara Guru dan Murid
Kelas merupakan tempat yang aktif, tempat para guru dan para murid konstan berinteraksi satu sama lain. Para guru mengajukan pertanyaan, memberikan umpan balik, mengelola penghargaan dan hukuman, memuji dan mengkritik, merespon pertanyaan dan permintaan bantuan dari para murid, serta menawarkan bantuan ketika para murid mengalami kesulitan. Berbagai keyakinan yang dimiliki oleh guru, seperti tantangan kemampuan dirinya mengajar dan tentang kemampuan belajar murid-muridnya, mempengaruhi relasi antara dirinya dengan murid-muridnya (Davis, 2003).
1.      Umpan Balik dari Guru
Umpan balik dari guru merupakan sebuah fungsi utama pengajaran (Rosenshine & Stavens, 1986). Berbagai jenis umpan balik dari guru dirangkum dalam tabel 9.4
Tabel. 9.4 Umpan Balik Guru
Jenis
Deskripsi
Berbagai Contoh
Terkait Kinerja
Memberikan informasi tentang akurasi hasil kerja; mungkin mencakup informasi korektif.
“itu benar”
“bagian pertama benar, namun kamu perlu mengurangkan angka berikutnya”.
Terkait Motivasi
Memberikan informasi tentang kemajuan dan kompetensi; mungkin mencakup perbandingan sosial dan persuasi.
“kamu sudah mengerjakannya dengan jauh lebih baik. Kamu melakukan pekerjaan yang bagus”.
“saya tahu kamu dapat mengerjakan tugas ini”.
Terkait persepsi penyebab
Menghubungkan kinerja murid dengan satu atau lebih persepsi penyebab.
“kamu berkemampuan baik pada mata pelajaran ini.”
“kamu telah bekerja keras dan kamu berkinerja baik.”
Terkait strategi
Menginformasikan kepada para murid tentang seberapa baik mereka mengaplikasikan sebuah strategi dan bagaimana penggunaan strategi meningkatkan hasil kerja mereka.
“kamu mengerjakannya dengan benar karena kamu telah menggunakan langkah-langkah pengerjaan ini dengan urutan yang tepat.”
“metode lima langkah ini membantumu mengerjakannya dengan lebih baik.”
a.      Umpan Balik terkait Kinerja
Umpan balik terkait kinerja merupakan umpan balik tentang akurasi hasil kerja, yang mungkin termasuk informasi korektif. Umpan balik terkait kinerja merupakan suatu pengaruh penting pada pembelajaran murid. Guru memberikan umpan balik terkait kinerja berdasarkan empat jenis respons/jawaban murid (Rosenshine & Stavens, 1986): (1) jawaban benar yang diberikan secara cepat dan secara tegas; (2) jawaban benar yang diberikan secara ragu-ragu, (3) jawaban salah yang mencerminkan kekeliruan yang dikarenakan kecerobohan; dan (4) jawaban salah yang mencerminkan kurangnya pengetahuan tentang fakta-fakta atau suatu proses.
Umpan balik dari guru yang menyampaikan tetang akurasi suatu respons (misalnya, “benar”) bersifat informatif. Sesudah pemberian umpan balik para guru harus mengajukan pertanyaan baru dan memelihara momentum sesi pelajaran tersebut.umpan balik tersebut memberikan informasi kepada murid-murid lain yang tidak yakin tentang apa yang sedang mereka kerjakan (Rosenshine & Stavens, 1986). Jika murid tidak dapat dibimbing melalui suatu kontak singkat dalam mendapatkan jawaban yang benar, maka guru perlu mengajarkan kembali konten tersebut dan hal ini merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan pembelajaran.
b.      Umpan Balik terkait Motivasi
Para guru seringkali memberikan murid-muridnya umpan balik yang dirancang untuk memotivasi, ketimbang menginformasikan tentang akurasi jawaban. Salah satu jenis Umpan balik terkait motivasi adalah memberikan informasi perbandingan sosial tentang kemampuan murid-murid lain. Seorang guru mungkin akan mengatakan “lihatlah betapa baiknya kinerja temanmu, berusahalah bekerja seperti dia”. Umpan balik terkait motivasi haruslah bersifat persuasif, menggunakan pernyataan seperti “saya tahu kamu dapat mengerjakan tugas ini” dan “berusahalah bekerja dengan baik”. Tujuan utama dari umpan balik ini adalah membuat para murid berusaha dalam mengerjakan tugas-tugasnya dan mempertahakan pelaksanaan tugas yang produktif.
c.       Umpan Balik terkait Persepsi Penyebab
Umpan balik persepsi penyebab menghubungkan kinerja murid dengan satu atau lebih persepsi penyebab (persepsi tentang berbagai penyebab dari hasil-hasil) dalam usaha memfasilitasi motivasi (Schunk, 1989c; lihat bab 3). Beberapa murid yang mengalami kesulitan pada tahap-tahap awal belajar mempersepsikan kesulitan tersebut dikarenakan kemampuan dirinya rendah. Para murid yang meyakini bahwa diri mereka  kekurangan kemampuan untuk berkinerja baik mungkin bekerja dengan lesu dan mudah menyerah. Efek-efek negatif ini pada motivasi memperlambat pembelajaran. Para guru dimungkinkan untuk melatih murid-muridnya agar mempersepsikan penyebab kesulitan yang diri mereka alami lebih pada faktor-faktor yang dapat mereka kontrol (misalnya, usaha yang rendah, penggunaan strategi yang tidak tepat).
Peran usaha telah menerima perhatian khusus. Jika murid meyakini bahwa kegagalan masa lalu diri mereka dikarenakan kemampuan dirinya rendah, maka pada masa mendatang, mereka mungkin tidak mengeluarkan banyak usaha untuk berhasil. Namun, jika merek mempersepsikan penyebab kegagalan pada usaha yang rendah, maka mereka mungkin bekerja lebih keras. Karena usaha dapat dikontrol dan mereka mungkin meyakini bahwa usaha yang lebih besar akan menghasilkan hasil-hasil yang lebih baik. Hal ini juga menghasilkan efek yang bermanfaat pada keefektifan diri, motivasi, dan keterampilan.
d.      Umpan Balik terkait Strategi
Umpan balik terkait strategi menginformasikan kepada para pembelajar tentang seberapa baik mereka mengaplikasikan sebuah strategi dan bagaimana penggunaan strategi meningkatkan hasil kerja mereka (Pressley et al., 1990). Penggunaan strategi membantu para pembelajar memperhatikan tugas-tugasnya, berfokus pada fitur-fitur penting, mengorganisasikan materi, dan mempertahankan iklim psikologi yang produktif untuk belajar (Weinstein & Mayer, 1986). Karena penyebab kinerja yang lebih baik, penggunaan strategi menigkatkan keefektifan diri dan motivasi. Penggunaan strategi berkaitan positif dengan prestasi dan keefektifan diri (Borkowski, Carr, Rellinger, & Pressley, 1990; Printch & De Groot, 1990; Zimmerman & Martinez-Pons, 1992).
Hanya mengajarkan sebuah strategi kepada para murid tidak memastikan bahwa diri mereka akan menggunakannya. Kegagalan untuk menggunakan sebuah strategi mungkin dikarenakan suatu keyakinan bahwa strategi tersebut, meskipun bermanfaat, tidak sepenting faktor-faktor lain seperti ketersediaan waktu atau usaha yang dikeluarkan. Informasi tentang nilai strategi merupakan informasi tentang kegunaan sebuah strategi suatu bantuan dalam pelaksanaan tugas (Paris, Lipson, & Wixson, 1983; Pressley et al., 1990).
Schunk dan Rice (1987) mengajarkan sebuah strategi pemahaman bacaan kepada anak-anak yang memiliki keterampilan membaca rendah. Para murid yang diberikan beberapa bentuk informasi tentang nilai strategi, yang mentikberatkan kegunaan strategi tersebut sebagai suatu bantuan dalam pelaksanaan tugas sekaligus nilai spesifik untuk tugas yang diajarkan, mengembangkan keefektifan diri dan keterampilan pada tingkat yang lebih tinggi. Daripada para murid yang hanya menerima salah satu bentuk informasi.
2.      Penghargaan (Reward)
Para guru memberikan berbagai penghargaan kepada murid-muridnya atas keteladanan perilaku dan kinerja akademis: nilai akademis, hak istimewa, waktu bebas, angka atau kupon yang dapat ditukarkan dengan hal-hal lain, stiker, dan tanda bintang. Penghargaan merupakan hal penting dalam teori dan penelitian tentang motivasi. Pemberian penghargaan (penguatan) atas konsekuensi perilaku mungkin memperkuat perilaku tersebut dan meningkatkan kemungkinan terjadinya perilaku tersebut pada masa mendatang. Respons yang diperkuat terhadap stimulus akan berlangsung; respons yang dihukum tidak akan berulang.
Bandura (1986) meragukan pandangan ini, yang menganggapnya sebagai suatu perspektif yang tidak lengkap tentang cara penghargaan mempengaruhi motivasi. Yang penting bukanlah penghargaan itu sendiri, melainkan keyakinan individu tentang konsekuensi perilaku.
3.      Iklim Kelas (Classroom Climate)
Iklim kelas mengacu pada atmosfer situasi kelas-karakteristik sosial, karakteristik psikologis, dan karakteristik emosional kelas tersebut (Dunki & Biddle, 1974). Kepentingan iklim kelas, karena karakteristiknya dengan motivasi, berasal dari satu pemikiran bahwa pengajaran merupakan kepemimpinan yang dimaksud untuk mempengaruhi perilaku murid-murid di kelas. Iklim kelas sering kali digambarkan dengan menggunakan berbagai istilah seperti hangat, dingin, serba membolehkan, demokratis, otoriter, dan berpusat pada pembelajaran, iklim kelas sangat dipengaruhi hubungan sosial antara guru dan murid.
Sebuah studi klasik yang dilakukan oleh Lewin, Lippitt, dan White (1939) menunjukan tentang bagaiman berbagai bentuk kepemimpinan mempengaruhi motivasi dan perilaku.
Pemimpin yang demokratis (kolaboratif) bekerja bersama dengan anak-anak secara kooperatif, menstimulasi mereka tentang cara menyelesaikan pekerjaan, mengajukan pertanyaan, dan meminta mereka berbagi ide-ide. Meskipun kepemimpinan ini memiliki tanggung jawab yang besar tetapi mendorong murid untuk menyelesaikan maslah dan pengambilan keputusan. Pemimpin yang membiarkan kemandirian/laissez faire (permisif atau serba membolehkan) menggunakan suatu pendekatan tidak turut campur dan membiarkan anak-anak ini mengerjakan tugas yang disertai dengan supervisi minimal. Ia tidak bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas ini dan tidak memberikan struktur, sasaran, ataupun bantuan penyelesaian tugas-tugasnya.
Produktivitas paling tinggi terjadi pada kelompok yang dipimpin dengan gaya otoriter dan kelompok yang dipimpin dengan gaya demokrasi. Di bawah kepempinan otoriter, anak-anak ini mengikuti intruksi dan menyelesaikan tugas-tugasnya. Meskipun efektif, kelompok ini dicirikan dengan kecemasan dan ketegangan, kepasrahan, dan pemberontakan terbuka. Ketika pemimpinnya hadir, produktivitasnya tinggi, namun ketika pemimpinnya tidak ada, produktivitasnya menurun, serta muncul perilaku agresi dan destruktif. Anak-anak lebih memilih gaya kepemimpinan demokrasi. Pemimpin yang demokrasi menghasilkan sebuah kelompok yang berorientasi penyelesaian tugas, kooperatif dan ramah.
Berbagai implikasi pada situasi kelas terlihat jelas. Kepemimpinan laissez faire menciptakan kekacaubalauan dan ketidakpastian; kepemimpinan otoriter menyebabkan kinerja yang tinggi, namun juga frustasi, agresi, dan atmosfer kelompok yang negatif; kepemimpinan demokratis memungkinkan para pelajar mencapai tujuan-tujuannya mereka tanpa menghasilkan frustasi dan agresi. Kepemimpinan demokratis memiliki manfaat tambahan, yaitu mengajarkan kelompoknya berkolaborsi pada pengaerjaan proyek dan berfungsi mandiri saat ketidak hadiran pemimpin. Salah satu varibel kritisnya dalah tingkat dukungan emosional atau kehangatan yang diberikan oleh pemimpin.

4.      Pujian dan Kritik
Relasi antara guru dan murid sering kali mencakup pujian dan kritik yang diperuntukan bagi murid. Ada kepustakaan yang luas tentang efek-efek dari dua variabel ini pada perilaku murid. Berikutnya kami bahas hubungan antara pujian dan kritik dengan motivasi murid.
a.      Pujian (Praise)
Pujian merupakan umpan balik positif yang mengepresikan persetujuan atau rekomendasi. Pujian melampaui umpan balik sederhana yang mengindikasikan bahwa perilaku adalah tepat atau pun bahwa jawaban adalah benar, karena pujian menginformasikan tentang efek guru yang positif dan tentang nilai/kelayakan (worth) perilaku murid (Brophy, 1981). Ketika seorang guru berkata kepada seorang murid. “itu benar, kamu mengerjakannya dengan sangat baik.” Maka bagian pertama dari pernyataan ini (“itu benar”) merupakan umpan balik tentang kinerja, sedangkan bagian akhir dari pernyataan ini merupakan pujian. Sebagai suatu bentuk penguatan positif, pujian yang diberikan sesuadah munculnya sebuah perilaku murid seharusnya menjadikan perilaku tersebut cenderung diulang. Brophy (1981) meninjau penelitian tentang pujian dari guru, dan menemukan bahwa pujian tidak selalu berfungsi sebagai suatu penguat, karena pujian sering kali tidak disampaikan sesudah munculanya respon-respon murid.
b.      Kritik
Kritik mengacu pada ketidak setujuan guru tehadap perilaku murid melalui umpan balik verbal atau sikap tubuh. Kritik dibedakan dari umpan balik tentang kinerja karena kritik menginformasikan tentang sifat tidak disukainya/diinginkanya perilaku murid. Pernyataan “Alex, itu salah. Saya kecewa karea karena kami tidak bekerja lebih baik”. Mengundang umpan balik tentang kinerja (bagian pertama) dan kritik (bagian kedua).
Secara intutif, kita mungkin akan mendugabahwa mengkritik murid itu salah, serta menurunkan kinerja dan motivasi; namun, bukti penelitian. Studi-studi telah menunjukan bahwa kritik tidak berkaitan dengan prestasi murid, bahwa kritik berkaitan negatif dengan prestasi, dan bahwa hubungan antara kritik dengan prestasi mengikuti kurvalinear, yakni kritik yang moderat mungkin memotivasi, namun efeknya berkurang ketika kritik meningkat dan menurun (Dunden & Biddle, 1974). Namun Wentzel (2002) menemukan bahwa kritik dari guru memprediksi kinerja akademis yang negatif.
Tabel 9.5 Pedoman Penggunaan Pujian secara Efektif
·         Sampaikan pujian yang sederhana dan sebenarnya, nayakanlah pujian ini dengan suara alami dan hindarilah suara yang dibuat-buat.
·         Gunakanlah kalimat langsung dan deklaratif (singkat dan jelas), bukan seruan yang disertai dengan antusisme berlebihan dan bukan pertanyaan retorik.
·         Perincilah pencapaian yang sedang dipuji dan akuilah usaha, kepedulian, dan kegigihan yang signifikan. Perhatikanlah kemajuan dan perkembangan keterampilan.
·         Gunakanlah berbagai frasa (kalimat membangun) dalam memuji murid.
·         Sertailah pujian verbal dengan komunikasi nonverbal yang menyatakan persetujuan.
·         Hindarilah pernyataan ambigu (misalnya, “kamu benar-benar berkinerja bagus hari ini”) dan tegaskanlah bahwa pujian berkitan dengan pembelajaran, bukan pemenuhan.
·         Pujilah murid individual secara pribadi untuk menghindari rasa malu murid saat berada di rengah publik.
Materi diambil dari Good dan Brophy (1987).
Kritik seharusnya memotivasi para murid ketika kritik tersebut menginformasikan bahwa diri mereka kompeten dan dapat berkinerja lebih baik dengan menyertakan lebih banyak usaha atau pengunaan strategi yang lebih baik, menginformasikan kepada murid tentang nilai /kepentingan dari belajar, menginformasikan tentang kemajuan pencapaian tujuan, dan seterusnya. Pernyataan “saya kecewa padamu. Saya tahu bahwa kamu dapat berkinerja lebih baik,” sifatnya kritis, namun mendorong murid: kriitk ini mengandung informasi persuasif tentang keefektifan diri, yang mungkin memotivasi murid untuk berusaha lebih keras. Sebaliknya, pernyataan, “saya kecewa padamu. mungkin kamu tidak akan pernah memahami hal ini,” mungkin menurunkan keefektifan diri dan motivasi pada diri murid.
5.      Bantuan Tanpa Diminta (Unsolicted Help)
Memberikan bantuan tanpa diminta merupakan cara lain guru berinteraksi dengan murid-muridnya. Bantuan tanpa diminta paling baik dipandang dengan latar belakang kehidupan di kelas. Yang di dalamnya guru secara rutin memberikan bantuan kepada murid-muridnya dalam bentuk umpan balik korektik dan pelajaran. Saat berlangsungnya praktikum bimbingan dan praktikum mandiri, guru tetap mewaspadai berbagai kesulitan yang dialami oleh murid  dan berusaha mengoreksnya.
Saat memberikan bantuan, para guru juga mungkin memuji kinerja yang benar (misalnya, “kamu mengerjakan bagian ini dengan bagus.”) dan memersuasi informasi keefektifan diri (“saya tahu bahwa kamu dapat belajar mengerjakan tugas ini”.) komentar-komentar ini juga meningatkan keefektifan diri dan motivasi. Kelemahannya adalah bahwa bantuan tanpa diminta menginformasikan tentang kemampuan penerima bantuan.

B.     Pengharapan Guru (Teacher Expectations)
Relasi antara guru dan murid merupakan faktor kritis yang mempengaruhi motivasi, dan salah satu pengaruh penting dari relasi ini menyangkut pengharapan yang dimiliki oleh guru terkait pembelajaran dan kinerja murid. Selama hampir 40 tahun, penelitian tentang pengharapan guru telah menjelaskan berbagai isu seperti cara guru membentuk harapan, cara guru mengomunikasikan berbagai pengharapannya dengan murid-muridnya, dan cara berbagai pengharapan ini mempengaruhi hasil-hasil pada diri murid (Braun, 1976; Cooper & Good, 1983; Cooper & Tom, 1984; Dusek, 1985; Jussim, 1986, 1991; Rosenthal, 2002; Stipek, 1996). Para praktisi juga memiliki perhatian yang sama terhadap efek-efek pengharapan.
1.      Studi Pygmalion
Banyak penelitian yang telah menyelidiki pengaruh pengharapan guru pada pembelajaran dan kinerja murid. Rosenthal dan Jacobson melakukan sebuah studi klasik, Pygmalion dalam situasi kelas (Pygmalion in the classroom) (Rosenthal & Jacobson, 1968), yang memunculkan istilah efek Pygmalion. Rosenthal dan Jacobson memberikan murid-murid tingkat sekolah dasar (kelas 1 hingga 6) sebuah tes intelegensi nonverbal pada suatu awal tahun ajaran sekolah. Para guru diberitahukan bahwa tes ini memprediksi murid-murid mana yang akan berkembang secara intelektual selama tahun tersebut. Guru-guru tersebut mengajar dengan cara-cara mereka biasa mengajar, lalu murid-murid ini dites kembali setelah 1 semester, 1 tahun dan 2 tahun. Untuk kedua tes pertama, para murid ditempatkan di kelas para guru yang telah diberikan nama-nama Broomers, untuk tes yang terakhir para murid ditempatkan di kelas-kelas baru, yang diajar oleh guru yang berbeda, yang sebelumnya tidak diberikan nama Broomers. Hasilnya para murid kelompok Broomers mendapatkan nilai-nilai tes membaca yang secara signifikan lebih tinggi daripada para murid kelompok control, perbedaan ini lebih besar terjadi pada para murid yang berprestasi rata-rata dan pada para murid yang lebih muda.  Secara keseluruhan, terdapat sedikit perbedaan pada nilai tes membaca dan juga pada skor tes intelegensi, antara para murid kelompok Broomers dengan para murid kelompok kontrol.
Rosenthal dan Jacobson menyimpulkan bahwa penghargaan guru dapat bertindak sebagai ramalan pengabulan diri, karena prestasi murid yang dihasilkan jadi mencerminkan pengharapan tersebut. Kesimpulan ini kontroversial dan penelitian tidak selalu menunjukkan efek pengharapan. Telah ada beberapa usaha yang mengulangi study Pygmalion ini, dan tidak semuanya berhasil menunjukkan hasil-hasil yang sama (Cooper & Good, 1983).
2.      Berbagai Model Tentang Efek Pengharapan Guru
Berbagai penjelasan telah diajukan terkait efek pengharapan guru. Brophy dan Good (1974) menggambarkan suatu proses yang mungkin dilalui ketika pengharapan guru dibentuk, diinformasikan kepada murid-muridnya, dan mempengaruhi perilaku murid. Model lain digambarkan oleh Cooper & Tom (1984). Para murid memasuki situasi belajar dengan level kemampuan dan latar belakang yang berbeda-beda, dan para guru memiliki keyakinan awal tentang masing-masing murid, yang dibentuk berdasarkan pengalaman sebelumnya dengan murid-murid ini dan pengetahuan tentang level intelegensi dan level kemampuan mereka dari catatan sekolah. Penelitian lain menunjukkan bahwa para guru sering kali memiliki pengharapanyang lebih tinggi dibandingkan para murid yang memiliki level intelegensi atau level kemampuan lebih tinggi, dibandingkan dengan para murid yang berkemampuan level lebih rendah (Eccles, 1983). Brophy & Good (1974) menggambarkan bahwa para guru mungkin meyakini para murid yang menarik secara fisik lebih cerdas daripada para murid yang tidak menarik, dan sesuai dengan keyakinan ini, memiliki pengharapan yang lebih tinggi terhadap para murid yang menarik.
Jelas bahwa efek-efek dari pengharapan guru ini kompleks dan dapat diperantarai oleh banyak variabel. Efek-efek akan paling nyata terlihat untuk pengharapan guru yang kaku dan tidak tepat. Ketika pengharapan guru ini tepat, atau tidak tepat namun fleksibel, perilaku murid ini mungkin memperkuat atau mendefinisikan kembali pengharapan tersebut. Namun, ketika pengharapan ini tidak tepat dan tidak mudah berubah, kinerja murid ini mungkin menurun dan menjadi konsisten dengan pengharapan tersebut.
3.      Perilaku Guru yang Membeda-bedakan Murid
Secara umum, para guru memberikan iklim sosioemosional lebih hangat bagi para murid yang ditempatkan pengharapn tinggi oleh mereka [para murid berpengharapan guru tinggi], dibandingkan dengan para murid yang ditempatkan pengharapan yang lebih rendah oleh mereka [Para murid berpengharapan guru rendah] (Cooper & Tom, 1984).   Penelitian menunjukkan bahwa para guru lebih banyak melibatkan diri dalam pertukaran akademis dengan para murid berpengharapan guru tinggi, dibandingkan dengan para murid berpengharapan guru rendah (Brophy & Good, 1974). Selain itu, para guru juga lebih banyak memuji para murid berpengharapan guru tinggi dan lebih banyak mengkritik para murid berpengharapan guru rendah (Cooper & Tom, 1984). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Weinstein dan para koleganya telah menunjukkan bahwa para murid mempersepsikan perlakuan guru yang membeda-bedakan di kelasnya, yakni para murid berprestasi tinggi dipersepsikan sebagai diperlakukan dengan cara-cara yang lebih positif, diberikan lebih banyak hak istimewa, diberikan lebih banyak pilihan dan lebih banyak control terkait pembelajaram mereka, dan diberikan lebih banyak kesempatan untuk berbicara di kelas dan menjawab pertanyaan.
Ide pentingnya adalah, para guru harus berfokus pada perkembangan persepsi yang akurat tentang para murid, yang didasarkan pada perilaku dan kinerja actual murid di kelas (bukan hanya berdasarkan berbagai pengharapan guru), lalu menggunakan informasi ini dalam merencanakan pengajaran mereka agar sesuai dengan informasi yang akurat (Jussim, 1991).
4.      Kritik
Pengharapan guru merupakan perilaku yang normal, serta biasanya logis dan didasarkan pada observasi. Rosenthal dan Jacobson (1986) menemukan bahwa efek pengharapan guru lebih kuat terjadi pada para murid yang lebih muda dan melemah seiring perkembangan. Efek yang lebih kuat pada para murid tingkat awal sekolah dasar ini mungkin dikarenakan interaksi yang dekat antara guru dan murid, yang biasnya ditemukan pada level-level kelas tersebut. Interaksi dekat semacam itu memungkinkan banyak kesempatan bagi para guru untuk bertingkah laku berbeda-beda pada area-area yang disebutkan sebelumnya. Pengharapan guru menjadi suatu masalah ketika tidak tepat dan kaku, sehingga para guru memiliki keyakinan kukuh tentang hal-hal yang bias dan tidak bias dilakukan oleh murid-muridnya, yang hanya sedikit berkaitan dengan perilaku actual murid-muridnya (Brophy & Good, 1974). Efek pengharapn guru biasanya tidak diperoleh ketika pengharapan sangatlah tidak akurat. Para guru yang berpengharapan rendah terhadap para murid yang cerdas tidak mungkin mengurangi pengharapan keberhasilan yang dimiliki oleh para murid ini (Cooper & Tom, 1974).
Berikut adalah contoh pengaplikasian pengharapan guru dalam situasi kelas:
a.    Asumsikanlah bahwa semua murid bisa belajar dan informasikanlah pengharapan tersebut kepada mereka.
Mr. Bird, guru TK, memberitahukan kepada murid-muridnya bahwa ia merasa bersemangat karena mereka telah mempelajari warna-warna mereka. Mr. Bird berkata, “Saya sangat bangga terhadap kalian. Saya tahu bahwa kalian dapat melakukannya. Sekarang, kita akan mempelajari bentuk-bentuk kita. Saya tahu kita bisa melakukannya”.
b.   Janganlah membentuk pengharapan yang berbeda-beda tentang murid berdasarkan berbagai kulitas (misalnya , gender, etnik, latar belakang keluarga) yang tidak berkaitan dengan kinerja.
Mr. Willet, guru kelas pendidikan khusus, selalu cepat dalam membela murid-muridnya. Ia memiliki beberapa murid laki-laki yang berasal dari kehidupan lingkungan sekitar yang keras dan diketahui terlibat dalam berbagai aktivitas geng. Beberapa guru mengabaikan murid-murid di kelasnya dan tidak berusaha membantu mereka ketika mereka mengalami kesulitan besar. Mr. Willwt membantu mereka belajar dan melakukan segala hal yang Ia bisa untuk membantu mereka berhasil.
Contoh pengaharapan guru dalam situasi kelas diantaranya yaitu:
1.      Berlakukanlah peraturan secara adil dan konsisten.
2.      Asumsikanlah bahwa semua murid bias belajar dan informasikanlah pengarapan tersebut pada kepada mereka.
3.      Janganlah membentuk pengharapan yang berbeda tentang para murid berdasarkan berbagai kualitas (misalnya: gender, etnik, latar belakang keluarga) yang tidak berkaitan dengan kinerja.
4.      Janganlah menerima dalih tentang kinerja yang buruk.

5.      Sadarilah bhwa batas atas kemampuan murid tidak diketahui dan tidak relevan dengan aktivitas belajar di sekolah.



REFERENSI
Schunk, D.H. Pintrich. P.R & Meece, J.L. (2010). Motivation in Education Theory. Reseach and Aplications.Ed-3rd. Amerika Serikat:Pearseon