Relasi antara Guru dan Murid
Kelas merupakan tempat yang aktif, tempat para guru dan para murid konstan
berinteraksi satu sama lain. Para guru mengajukan pertanyaan, memberikan umpan
balik, mengelola penghargaan dan hukuman, memuji dan mengkritik, merespon
pertanyaan dan permintaan bantuan dari para murid, serta menawarkan bantuan
ketika para murid mengalami kesulitan. Berbagai keyakinan yang dimiliki oleh
guru, seperti tantangan kemampuan dirinya mengajar dan tentang kemampuan
belajar murid-muridnya, mempengaruhi relasi antara dirinya dengan
murid-muridnya (Davis, 2003).
1.
Umpan Balik dari Guru
Umpan balik dari guru merupakan sebuah fungsi utama pengajaran (Rosenshine
& Stavens, 1986). Berbagai jenis umpan balik dari guru dirangkum dalam
tabel 9.4
Tabel. 9.4 Umpan Balik Guru
Jenis
|
Deskripsi
|
Berbagai Contoh
|
Terkait Kinerja
|
Memberikan informasi tentang akurasi hasil kerja; mungkin
mencakup informasi korektif.
|
“itu benar”
“bagian pertama benar, namun kamu perlu mengurangkan
angka berikutnya”.
|
Terkait Motivasi
|
Memberikan informasi tentang kemajuan dan kompetensi;
mungkin mencakup perbandingan sosial dan persuasi.
|
“kamu sudah mengerjakannya dengan jauh lebih baik.
Kamu melakukan pekerjaan yang bagus”.
“saya tahu kamu dapat mengerjakan tugas ini”.
|
Terkait persepsi penyebab
|
Menghubungkan kinerja murid dengan satu atau lebih
persepsi penyebab.
|
“kamu berkemampuan baik pada mata pelajaran ini.”
“kamu telah bekerja keras dan kamu berkinerja baik.”
|
Terkait strategi
|
Menginformasikan kepada para murid tentang seberapa
baik mereka mengaplikasikan sebuah strategi dan bagaimana penggunaan strategi
meningkatkan hasil kerja mereka.
|
“kamu mengerjakannya dengan benar karena kamu telah
menggunakan langkah-langkah pengerjaan ini dengan urutan yang tepat.”
“metode lima langkah ini membantumu mengerjakannya
dengan lebih baik.”
|
a.
Umpan Balik terkait Kinerja
Umpan balik terkait kinerja merupakan umpan balik tentang akurasi hasil
kerja, yang mungkin termasuk informasi korektif. Umpan balik terkait kinerja
merupakan suatu pengaruh penting pada pembelajaran murid. Guru memberikan umpan
balik terkait kinerja berdasarkan empat jenis respons/jawaban murid (Rosenshine
& Stavens, 1986): (1) jawaban benar yang diberikan secara cepat dan secara
tegas; (2) jawaban benar yang diberikan secara ragu-ragu, (3) jawaban salah
yang mencerminkan kekeliruan yang dikarenakan kecerobohan; dan (4) jawaban
salah yang mencerminkan kurangnya pengetahuan tentang fakta-fakta atau suatu
proses.
Umpan balik dari guru yang menyampaikan tetang akurasi suatu respons
(misalnya, “benar”) bersifat informatif. Sesudah pemberian umpan balik para
guru harus mengajukan pertanyaan baru dan memelihara momentum sesi pelajaran
tersebut.umpan balik tersebut memberikan informasi kepada murid-murid lain yang
tidak yakin tentang apa yang sedang mereka kerjakan (Rosenshine & Stavens,
1986). Jika murid tidak dapat dibimbing melalui suatu kontak singkat dalam
mendapatkan jawaban yang benar, maka guru perlu mengajarkan kembali konten
tersebut dan hal ini merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan
pembelajaran.
b.
Umpan Balik terkait Motivasi
Para guru seringkali memberikan murid-muridnya umpan balik yang dirancang
untuk memotivasi, ketimbang menginformasikan tentang akurasi jawaban. Salah
satu jenis Umpan balik terkait motivasi adalah memberikan informasi
perbandingan sosial tentang kemampuan murid-murid lain. Seorang guru mungkin
akan mengatakan “lihatlah betapa baiknya kinerja temanmu, berusahalah bekerja
seperti dia”. Umpan balik terkait motivasi haruslah bersifat persuasif, menggunakan
pernyataan seperti “saya tahu kamu dapat mengerjakan tugas ini” dan
“berusahalah bekerja dengan baik”. Tujuan utama dari umpan balik ini adalah
membuat para murid berusaha dalam mengerjakan tugas-tugasnya dan mempertahakan
pelaksanaan tugas yang produktif.
c.
Umpan Balik terkait Persepsi Penyebab
Umpan balik persepsi penyebab menghubungkan kinerja murid dengan satu atau
lebih persepsi penyebab (persepsi tentang berbagai penyebab dari hasil-hasil)
dalam usaha memfasilitasi motivasi (Schunk, 1989c; lihat bab 3). Beberapa murid
yang mengalami kesulitan pada tahap-tahap awal belajar mempersepsikan kesulitan
tersebut dikarenakan kemampuan dirinya rendah. Para murid yang meyakini bahwa
diri mereka kekurangan kemampuan untuk
berkinerja baik mungkin bekerja dengan lesu dan mudah menyerah. Efek-efek
negatif ini pada motivasi memperlambat pembelajaran. Para guru dimungkinkan
untuk melatih murid-muridnya agar mempersepsikan penyebab kesulitan yang diri
mereka alami lebih pada faktor-faktor yang dapat mereka kontrol (misalnya,
usaha yang rendah, penggunaan strategi yang tidak tepat).
Peran usaha telah menerima perhatian khusus. Jika murid meyakini bahwa
kegagalan masa lalu diri mereka dikarenakan kemampuan dirinya rendah, maka pada
masa mendatang, mereka mungkin tidak mengeluarkan banyak usaha untuk berhasil.
Namun, jika merek mempersepsikan penyebab kegagalan pada usaha yang rendah,
maka mereka mungkin bekerja lebih keras. Karena usaha dapat dikontrol dan
mereka mungkin meyakini bahwa usaha yang lebih besar akan menghasilkan
hasil-hasil yang lebih baik. Hal ini juga menghasilkan efek yang bermanfaat
pada keefektifan diri, motivasi, dan keterampilan.
d.
Umpan Balik terkait Strategi
Umpan balik terkait strategi menginformasikan kepada para pembelajar
tentang seberapa baik mereka mengaplikasikan sebuah strategi dan bagaimana
penggunaan strategi meningkatkan hasil kerja mereka (Pressley et al., 1990).
Penggunaan strategi membantu para pembelajar memperhatikan tugas-tugasnya,
berfokus pada fitur-fitur penting, mengorganisasikan materi, dan mempertahankan
iklim psikologi yang produktif untuk belajar (Weinstein & Mayer, 1986).
Karena penyebab kinerja yang lebih baik, penggunaan strategi menigkatkan
keefektifan diri dan motivasi. Penggunaan strategi berkaitan positif dengan
prestasi dan keefektifan diri (Borkowski, Carr, Rellinger, & Pressley,
1990; Printch & De Groot, 1990; Zimmerman & Martinez-Pons, 1992).
Hanya mengajarkan sebuah strategi kepada para murid tidak memastikan bahwa
diri mereka akan menggunakannya. Kegagalan untuk menggunakan sebuah strategi
mungkin dikarenakan suatu keyakinan bahwa strategi tersebut, meskipun
bermanfaat, tidak sepenting faktor-faktor lain seperti ketersediaan waktu atau
usaha yang dikeluarkan. Informasi tentang
nilai strategi merupakan informasi tentang kegunaan sebuah strategi suatu
bantuan dalam pelaksanaan tugas (Paris, Lipson, & Wixson, 1983; Pressley et
al., 1990).
Schunk dan Rice (1987) mengajarkan sebuah strategi pemahaman bacaan kepada
anak-anak yang memiliki keterampilan membaca rendah. Para murid yang diberikan beberapa
bentuk informasi tentang nilai strategi, yang mentikberatkan kegunaan strategi
tersebut sebagai suatu bantuan dalam pelaksanaan tugas sekaligus nilai spesifik
untuk tugas yang diajarkan, mengembangkan keefektifan diri dan keterampilan
pada tingkat yang lebih tinggi. Daripada para murid yang hanya menerima salah
satu bentuk informasi.
2.
Penghargaan (Reward)
Para guru memberikan berbagai penghargaan kepada murid-muridnya atas
keteladanan perilaku dan kinerja akademis: nilai akademis, hak istimewa, waktu
bebas, angka atau kupon yang dapat ditukarkan dengan hal-hal lain, stiker, dan
tanda bintang. Penghargaan merupakan hal penting dalam teori dan penelitian
tentang motivasi. Pemberian penghargaan (penguatan) atas konsekuensi perilaku
mungkin memperkuat perilaku tersebut dan meningkatkan kemungkinan terjadinya
perilaku tersebut pada masa mendatang. Respons yang diperkuat terhadap stimulus
akan berlangsung; respons yang dihukum tidak akan berulang.
Bandura (1986) meragukan pandangan ini, yang menganggapnya sebagai suatu
perspektif yang tidak lengkap tentang cara penghargaan mempengaruhi motivasi.
Yang penting bukanlah penghargaan itu sendiri, melainkan keyakinan individu
tentang konsekuensi perilaku.
3.
Iklim Kelas (Classroom Climate)
Iklim kelas mengacu pada atmosfer situasi kelas-karakteristik sosial,
karakteristik psikologis, dan karakteristik emosional kelas tersebut (Dunki
& Biddle, 1974). Kepentingan iklim kelas, karena karakteristiknya dengan
motivasi, berasal dari satu pemikiran bahwa pengajaran merupakan kepemimpinan
yang dimaksud untuk mempengaruhi perilaku murid-murid di kelas. Iklim kelas
sering kali digambarkan dengan menggunakan berbagai istilah seperti hangat,
dingin, serba membolehkan, demokratis, otoriter, dan berpusat pada
pembelajaran, iklim kelas sangat dipengaruhi hubungan sosial antara guru dan
murid.
Sebuah studi klasik yang dilakukan oleh Lewin, Lippitt, dan White (1939)
menunjukan tentang bagaiman berbagai bentuk kepemimpinan mempengaruhi motivasi
dan perilaku.
Pemimpin yang demokratis (kolaboratif) bekerja bersama dengan anak-anak
secara kooperatif, menstimulasi mereka tentang cara menyelesaikan pekerjaan,
mengajukan pertanyaan, dan meminta mereka berbagi ide-ide. Meskipun
kepemimpinan ini memiliki tanggung jawab yang besar tetapi mendorong murid
untuk menyelesaikan maslah dan pengambilan keputusan. Pemimpin yang membiarkan
kemandirian/laissez faire (permisif
atau serba membolehkan) menggunakan suatu pendekatan tidak turut campur dan
membiarkan anak-anak ini mengerjakan tugas yang disertai dengan supervisi
minimal. Ia tidak bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas ini dan tidak
memberikan struktur, sasaran, ataupun bantuan penyelesaian tugas-tugasnya.
Produktivitas paling tinggi terjadi pada kelompok yang dipimpin dengan
gaya otoriter dan kelompok yang dipimpin dengan gaya demokrasi. Di bawah
kepempinan otoriter, anak-anak ini mengikuti intruksi dan menyelesaikan
tugas-tugasnya. Meskipun efektif, kelompok ini dicirikan dengan kecemasan dan
ketegangan, kepasrahan, dan pemberontakan terbuka. Ketika pemimpinnya hadir,
produktivitasnya tinggi, namun ketika pemimpinnya tidak ada, produktivitasnya
menurun, serta muncul perilaku agresi dan destruktif. Anak-anak lebih memilih
gaya kepemimpinan demokrasi. Pemimpin yang demokrasi menghasilkan sebuah
kelompok yang berorientasi penyelesaian tugas, kooperatif dan ramah.
Berbagai implikasi pada situasi kelas terlihat jelas. Kepemimpinan laissez
faire menciptakan kekacaubalauan dan ketidakpastian; kepemimpinan otoriter
menyebabkan kinerja yang tinggi, namun juga frustasi, agresi, dan atmosfer
kelompok yang negatif; kepemimpinan demokratis memungkinkan para pelajar
mencapai tujuan-tujuannya mereka tanpa menghasilkan frustasi dan agresi.
Kepemimpinan demokratis memiliki manfaat tambahan, yaitu mengajarkan
kelompoknya berkolaborsi pada pengaerjaan proyek dan berfungsi mandiri saat
ketidak hadiran pemimpin. Salah satu varibel kritisnya dalah tingkat dukungan
emosional atau kehangatan yang diberikan oleh pemimpin.
4.
Pujian dan Kritik
Relasi antara guru dan murid sering kali mencakup pujian dan kritik yang
diperuntukan bagi murid. Ada kepustakaan yang luas tentang efek-efek dari dua
variabel ini pada perilaku murid. Berikutnya kami bahas hubungan antara pujian
dan kritik dengan motivasi murid.
a.
Pujian (Praise)
Pujian merupakan umpan balik positif yang mengepresikan persetujuan atau
rekomendasi. Pujian melampaui umpan balik sederhana yang mengindikasikan bahwa
perilaku adalah tepat atau pun bahwa jawaban adalah benar, karena pujian
menginformasikan tentang efek guru yang positif dan tentang nilai/kelayakan
(worth) perilaku murid (Brophy, 1981). Ketika seorang guru berkata kepada
seorang murid. “itu benar, kamu mengerjakannya dengan sangat baik.” Maka bagian
pertama dari pernyataan ini (“itu benar”) merupakan umpan balik tentang
kinerja, sedangkan bagian akhir dari pernyataan ini merupakan pujian. Sebagai
suatu bentuk penguatan positif, pujian yang diberikan sesuadah munculnya sebuah
perilaku murid seharusnya menjadikan perilaku tersebut cenderung diulang.
Brophy (1981) meninjau penelitian tentang pujian dari guru, dan menemukan bahwa
pujian tidak selalu berfungsi sebagai suatu penguat, karena pujian sering kali
tidak disampaikan sesudah munculanya respon-respon murid.
b.
Kritik
Kritik mengacu pada ketidak setujuan guru tehadap perilaku murid melalui
umpan balik verbal atau sikap tubuh. Kritik dibedakan dari umpan balik tentang
kinerja karena kritik menginformasikan tentang sifat tidak
disukainya/diinginkanya perilaku murid. Pernyataan “Alex, itu salah. Saya
kecewa karea karena kami tidak bekerja lebih baik”. Mengundang umpan balik
tentang kinerja (bagian pertama) dan kritik (bagian kedua).
Secara intutif, kita mungkin akan mendugabahwa mengkritik murid itu salah,
serta menurunkan kinerja dan motivasi; namun, bukti penelitian. Studi-studi
telah menunjukan bahwa kritik tidak berkaitan dengan prestasi murid, bahwa
kritik berkaitan negatif dengan prestasi, dan bahwa hubungan antara kritik
dengan prestasi mengikuti kurvalinear, yakni kritik yang moderat mungkin
memotivasi, namun efeknya berkurang ketika kritik meningkat dan menurun (Dunden
& Biddle, 1974). Namun Wentzel (2002) menemukan bahwa kritik dari guru
memprediksi kinerja akademis yang negatif.
Tabel 9.5 Pedoman Penggunaan Pujian
secara Efektif
·
Sampaikan pujian yang sederhana dan sebenarnya,
nayakanlah pujian ini dengan suara alami dan hindarilah suara yang
dibuat-buat.
·
Gunakanlah kalimat langsung dan deklaratif (singkat
dan jelas), bukan seruan yang disertai dengan antusisme berlebihan dan bukan
pertanyaan retorik.
·
Perincilah pencapaian yang sedang dipuji dan akuilah
usaha, kepedulian, dan kegigihan yang signifikan. Perhatikanlah kemajuan dan
perkembangan keterampilan.
·
Gunakanlah berbagai frasa (kalimat membangun) dalam
memuji murid.
·
Sertailah pujian verbal dengan komunikasi nonverbal
yang menyatakan persetujuan.
·
Hindarilah pernyataan ambigu (misalnya, “kamu
benar-benar berkinerja bagus hari ini”) dan tegaskanlah bahwa pujian berkitan
dengan pembelajaran, bukan pemenuhan.
·
Pujilah murid individual secara pribadi untuk
menghindari rasa malu murid saat berada di rengah publik.
|
Materi diambil dari Good dan Brophy
(1987).
Kritik seharusnya memotivasi para murid ketika kritik tersebut
menginformasikan bahwa diri mereka kompeten dan dapat berkinerja lebih baik
dengan menyertakan lebih banyak usaha atau pengunaan strategi yang lebih baik,
menginformasikan kepada murid tentang nilai /kepentingan dari belajar,
menginformasikan tentang kemajuan pencapaian tujuan, dan seterusnya. Pernyataan
“saya kecewa padamu. Saya tahu bahwa kamu dapat berkinerja lebih baik,”
sifatnya kritis, namun mendorong murid: kriitk ini mengandung informasi
persuasif tentang keefektifan diri, yang mungkin memotivasi murid untuk
berusaha lebih keras. Sebaliknya, pernyataan, “saya kecewa padamu. mungkin kamu
tidak akan pernah memahami hal ini,” mungkin menurunkan keefektifan diri dan motivasi
pada diri murid.
5.
Bantuan Tanpa Diminta (Unsolicted Help)
Memberikan bantuan tanpa diminta merupakan cara lain guru berinteraksi
dengan murid-muridnya. Bantuan tanpa diminta paling baik dipandang dengan latar
belakang kehidupan di kelas. Yang di dalamnya guru secara rutin memberikan
bantuan kepada murid-muridnya dalam bentuk umpan balik korektik dan pelajaran.
Saat berlangsungnya praktikum bimbingan dan praktikum mandiri, guru tetap
mewaspadai berbagai kesulitan yang dialami oleh murid dan berusaha mengoreksnya.
Saat memberikan bantuan, para guru juga mungkin memuji kinerja yang benar
(misalnya, “kamu mengerjakan bagian ini dengan bagus.”) dan memersuasi
informasi keefektifan diri (“saya tahu bahwa kamu dapat belajar mengerjakan
tugas ini”.) komentar-komentar ini juga meningatkan keefektifan diri dan
motivasi. Kelemahannya adalah bahwa bantuan tanpa diminta menginformasikan
tentang kemampuan penerima bantuan.
B.
Pengharapan Guru (Teacher Expectations)
Relasi antara guru dan murid merupakan faktor kritis yang mempengaruhi
motivasi, dan salah satu pengaruh penting dari relasi ini menyangkut
pengharapan yang dimiliki oleh guru terkait pembelajaran dan kinerja murid.
Selama hampir 40 tahun, penelitian tentang pengharapan
guru telah menjelaskan berbagai isu seperti cara guru membentuk harapan,
cara guru mengomunikasikan berbagai pengharapannya dengan murid-muridnya, dan
cara berbagai pengharapan ini mempengaruhi hasil-hasil pada diri murid (Braun,
1976; Cooper & Good, 1983; Cooper & Tom, 1984; Dusek, 1985; Jussim,
1986, 1991; Rosenthal, 2002; Stipek, 1996). Para praktisi juga memiliki
perhatian yang sama terhadap efek-efek pengharapan.
1. Studi Pygmalion
Banyak penelitian yang telah menyelidiki pengaruh
pengharapan guru pada pembelajaran dan kinerja murid. Rosenthal dan Jacobson
melakukan sebuah studi klasik, Pygmalion dalam situasi kelas (Pygmalion in the
classroom) (Rosenthal & Jacobson, 1968), yang memunculkan istilah efek
Pygmalion. Rosenthal dan Jacobson memberikan murid-murid tingkat sekolah dasar
(kelas 1 hingga 6) sebuah tes intelegensi nonverbal pada suatu awal tahun
ajaran sekolah. Para guru diberitahukan bahwa tes ini memprediksi murid-murid
mana yang akan berkembang secara intelektual selama tahun tersebut. Guru-guru
tersebut mengajar dengan cara-cara mereka biasa mengajar, lalu murid-murid ini
dites kembali setelah 1 semester, 1 tahun dan 2 tahun. Untuk kedua tes pertama,
para murid ditempatkan di kelas para guru yang telah diberikan nama-nama Broomers,
untuk tes yang terakhir para murid ditempatkan di kelas-kelas baru, yang diajar
oleh guru yang berbeda, yang sebelumnya tidak diberikan nama Broomers. Hasilnya
para murid kelompok Broomers mendapatkan nilai-nilai tes membaca yang secara
signifikan lebih tinggi daripada para murid kelompok control, perbedaan ini
lebih besar terjadi pada para murid yang berprestasi rata-rata dan pada para
murid yang lebih muda. Secara
keseluruhan, terdapat sedikit perbedaan pada nilai tes membaca dan juga pada
skor tes intelegensi, antara para murid kelompok Broomers dengan para murid
kelompok kontrol.
Rosenthal dan Jacobson menyimpulkan bahwa
penghargaan guru dapat bertindak sebagai ramalan pengabulan diri, karena
prestasi murid yang dihasilkan jadi mencerminkan pengharapan tersebut.
Kesimpulan ini kontroversial dan penelitian tidak selalu menunjukkan efek
pengharapan. Telah ada beberapa usaha yang mengulangi study Pygmalion ini, dan
tidak semuanya berhasil menunjukkan hasil-hasil yang sama (Cooper & Good,
1983).
2. Berbagai Model Tentang Efek
Pengharapan Guru
Berbagai penjelasan telah diajukan terkait efek
pengharapan guru. Brophy dan Good (1974) menggambarkan suatu proses yang
mungkin dilalui ketika pengharapan guru dibentuk, diinformasikan kepada
murid-muridnya, dan mempengaruhi perilaku murid. Model lain digambarkan oleh
Cooper & Tom (1984). Para murid memasuki situasi belajar dengan level
kemampuan dan latar belakang yang berbeda-beda, dan para guru memiliki
keyakinan awal tentang masing-masing murid, yang dibentuk berdasarkan
pengalaman sebelumnya dengan murid-murid ini dan pengetahuan tentang level
intelegensi dan level kemampuan mereka dari catatan sekolah. Penelitian lain
menunjukkan bahwa para guru sering kali memiliki pengharapanyang lebih tinggi
dibandingkan para murid yang memiliki level intelegensi atau level kemampuan
lebih tinggi, dibandingkan dengan para murid yang berkemampuan level lebih
rendah (Eccles, 1983). Brophy & Good (1974) menggambarkan bahwa para guru
mungkin meyakini para murid yang menarik secara fisik lebih cerdas daripada
para murid yang tidak menarik, dan sesuai dengan keyakinan ini, memiliki
pengharapan yang lebih tinggi terhadap para murid yang menarik.
Jelas bahwa efek-efek dari pengharapan guru ini
kompleks dan dapat diperantarai oleh banyak variabel. Efek-efek akan paling
nyata terlihat untuk pengharapan guru yang kaku dan tidak tepat. Ketika
pengharapan guru ini tepat, atau tidak tepat namun fleksibel, perilaku murid
ini mungkin memperkuat atau mendefinisikan kembali pengharapan tersebut. Namun,
ketika pengharapan ini tidak tepat dan tidak mudah berubah, kinerja murid ini
mungkin menurun dan menjadi konsisten dengan pengharapan tersebut.
3. Perilaku Guru yang Membeda-bedakan
Murid
Secara umum, para guru memberikan iklim
sosioemosional lebih hangat bagi para murid yang ditempatkan pengharapn tinggi
oleh mereka [para murid berpengharapan guru tinggi], dibandingkan dengan para
murid yang ditempatkan pengharapan yang lebih rendah oleh mereka [Para murid
berpengharapan guru rendah] (Cooper & Tom, 1984). Penelitian menunjukkan bahwa para guru lebih
banyak melibatkan diri dalam pertukaran akademis dengan para murid
berpengharapan guru tinggi, dibandingkan dengan para murid berpengharapan guru
rendah (Brophy & Good, 1974). Selain itu, para guru juga lebih banyak
memuji para murid berpengharapan guru tinggi dan lebih banyak mengkritik para
murid berpengharapan guru rendah (Cooper & Tom, 1984). Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Weinstein dan para koleganya telah menunjukkan bahwa para
murid mempersepsikan perlakuan guru yang membeda-bedakan di kelasnya, yakni
para murid berprestasi tinggi dipersepsikan sebagai diperlakukan dengan
cara-cara yang lebih positif, diberikan lebih banyak hak istimewa, diberikan
lebih banyak pilihan dan lebih banyak control terkait pembelajaram mereka, dan
diberikan lebih banyak kesempatan untuk berbicara di kelas dan menjawab
pertanyaan.
Ide pentingnya adalah, para guru harus berfokus pada
perkembangan persepsi yang akurat tentang para murid, yang didasarkan pada
perilaku dan kinerja actual murid di kelas (bukan hanya berdasarkan berbagai
pengharapan guru), lalu menggunakan informasi ini dalam merencanakan pengajaran
mereka agar sesuai dengan informasi yang akurat (Jussim, 1991).
4. Kritik
Pengharapan guru merupakan perilaku yang normal,
serta biasanya logis dan didasarkan pada observasi. Rosenthal dan Jacobson
(1986) menemukan bahwa efek pengharapan guru lebih kuat terjadi pada para murid
yang lebih muda dan melemah seiring perkembangan. Efek yang lebih kuat pada
para murid tingkat awal sekolah dasar ini mungkin dikarenakan interaksi yang
dekat antara guru dan murid, yang biasnya ditemukan pada level-level kelas
tersebut. Interaksi dekat semacam itu memungkinkan banyak kesempatan bagi para
guru untuk bertingkah laku berbeda-beda pada area-area yang disebutkan
sebelumnya. Pengharapan guru menjadi suatu masalah ketika tidak tepat dan kaku,
sehingga para guru memiliki keyakinan kukuh tentang hal-hal yang bias dan tidak
bias dilakukan oleh murid-muridnya, yang hanya sedikit berkaitan dengan
perilaku actual murid-muridnya (Brophy & Good, 1974). Efek pengharapn guru
biasanya tidak diperoleh ketika pengharapan sangatlah tidak akurat. Para guru
yang berpengharapan rendah terhadap para murid yang cerdas tidak mungkin
mengurangi pengharapan keberhasilan yang dimiliki oleh para murid ini (Cooper
& Tom, 1974).
Berikut adalah
contoh pengaplikasian pengharapan guru dalam situasi kelas:
a. Asumsikanlah
bahwa semua murid bisa belajar dan informasikanlah pengharapan tersebut kepada
mereka.
Mr. Bird, guru TK, memberitahukan
kepada murid-muridnya bahwa ia merasa bersemangat karena mereka telah
mempelajari warna-warna mereka. Mr. Bird berkata, “Saya sangat bangga terhadap
kalian. Saya tahu bahwa kalian dapat melakukannya. Sekarang, kita akan
mempelajari bentuk-bentuk kita. Saya tahu kita bisa melakukannya”.
b. Janganlah
membentuk pengharapan yang berbeda-beda tentang murid berdasarkan berbagai
kulitas (misalnya , gender, etnik, latar belakang keluarga) yang tidak
berkaitan dengan kinerja.
Mr.
Willet, guru kelas pendidikan khusus, selalu cepat dalam membela
murid-muridnya. Ia memiliki beberapa murid laki-laki yang berasal dari
kehidupan lingkungan sekitar yang keras dan diketahui terlibat dalam berbagai
aktivitas geng. Beberapa guru mengabaikan murid-murid di kelasnya dan tidak
berusaha membantu mereka ketika mereka mengalami kesulitan besar. Mr. Willwt
membantu mereka belajar dan melakukan segala hal yang Ia bisa untuk membantu
mereka berhasil.
Contoh pengaharapan guru dalam situasi kelas
diantaranya yaitu:
1.
Berlakukanlah
peraturan secara adil dan konsisten.
2.
Asumsikanlah
bahwa semua murid bias belajar dan informasikanlah pengarapan tersebut pada
kepada mereka.
3.
Janganlah
membentuk pengharapan yang berbeda tentang para murid berdasarkan berbagai
kualitas (misalnya: gender, etnik, latar belakang keluarga) yang tidak
berkaitan dengan kinerja.
4.
Janganlah
menerima dalih tentang kinerja yang buruk.
5.
Sadarilah
bhwa batas atas kemampuan murid tidak diketahui dan tidak relevan dengan
aktivitas belajar di sekolah.
REFERENSI
Schunk, D.H. Pintrich. P.R & Meece, J.L. (2010). Motivation in Education Theory. Reseach and Aplications.Ed-3rd.
Amerika Serikat:Pearseon