A.
TUJUAN
EVALUASI
Evaluasi
dalam pembelajaran sangatlah penting, termasuk di dalamnya evaluasi
pembelajaran e-learning. Ketika berbicara mengenai apa tujuan evaluasi
pembelajaran, Donald Kirkpatrick telah menggolongkan tujuan evaluasi menjadi
empat level sebagai berikut
·
Level I, Efektifitas
yang dirasakan peserta pelatihan
·
Level II, Mengukur
evaluasi pembelajaran
·
Level III,
Mengobservasi peningkatan performa peserta pelatihan
·
Level IV, Dampak pada
bisnis
Telah banyak perusahaan yang
familiar dengan hubungan evaluasi Level I dengan kelas pelatihan instruktur
terpimpin yang mereka miliki. Mereka sangat familiar dengan ‘smile sheets’ yang dilengkapi setiap
akhir program, yakni sebuah alat untuk memfasilitasi peserta pelatihan
menyampaikan reaksi mereka terhadap program pelatihan yang telah dijalani.
Seperti ’Apakah instruktor melakukan pelatihan yang benar?’ atau ‘Apakah materi
yang disampaikan relevan dengan pekerjaan mereka?’.
Biasanya evaluasi Level I dilakukan
dengan cara tradisional, yakni dengan tes tertulis di setiap akhir pelatihan
meskipun beberapa organisasi seperti IBM telah mengajak peserta pelatihan untuk
menjawab tes melalui sistem online. Sehingga
masukan dari peserta pelatihan dapat segera terekam di sistem manajemen peserta
pelatihan perusahaan. Dimana data-sata seperti skor tes dan rangking nilai
menjadi data pribadi yang dimiliki setiap peserta pelatihan.
Umpan balik Level II lebih rinci
dalam melakukan evaluasi terhadap peserta pelatihan. Level II biasanya berupa
tes kuis atau tes kemampuan di setiap
akhir program pelatihan untuk mengukur pengetahuan peserta pelatihan. Lebih
dalam, evaluasi Level II termasuk pre-tes sehingga dapat diketahui pengetahuan
peserta pelatihan sebelum mengikuti pelatihan dan pengetahuan apa yang didapat
setelah mengikuti pelatihan.
Evaluasi Level III mengukur dari
aspek apakah perilaku atau keterampilan yang diperoleh saat pelatihan kemudian
diterapkan dalam menyelesaikan
pekerjaan. Misalnya, apakah ada perbedaan antara hasil pekerjaan peserta
pelatihan sebelum dan sesudah pelatihan. Pertanyaan tersebut hanya dapat
dijawab melalui evaluasi Level III dengan melakukan pengukuran langsung pada
kinerja dan pada jangka waktu tertentu. Biaya dan waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan evaluasi semacam ini, terutama untuk mendapatkan intepretasi yang
paling tepat biasanya jarang dan bahkan sangat jarang dilakukan dengan benar.
Terakhir, Level IV menjawab
pertanyaan sederhana yang cukup menipu, yakni apakah pelatihan yang dilakukan
sama nilainya dengan biaya dan waktu yang telah dihabiskan. Secara teknis,
evaluasi ini dilihat sebagai cara yang paling mudah untuk membuktikan apakah
keterampilan dan pengetahuan yang didapat dari pelatihan memberikan dampak
perilaku kerja.
Keempat evaluasi tersebut di atas,
akhir-akhir ini telah banyak diterima di dunia pelatihan yang dipimpin
instruktur dan di dunia pendidikan.
B.
ALASAN
MELAKUKAN PENGUKURAN/ EVALUASI
Menurut
ahli psikometrik yang cukup terkenal, Dr Robert Thompson, Ph.D., ada tiga
alasan untuk mengukur kesuksesan sebuah pelatihan, khusunya diluar Level I dan
II.
·
Bagi para pebisnis,
mengukur/mengevaluasi sesuatu adalah keharusan agar apa yang mereka miliki
semakin bernilai sehingga mereka bisa mendapat dukungan dan dana.
·
Bagi para pendidik,
untuk mengetahui bahwa pengajaran yang telah dilakukan berjalan dengan baik.
·
Bagi para pembelajar,
mengukur kesuksesan belajar ialah hal yang sangat penting bagi kondisi
psikologis mereka. Beberapa penguatan cukup banyak meningkatkan kesempatan bagi
pembelajar dalam mengatasi kekurangan keterampilan saat mereka kembali bekerja.
Menurut
Dr. Thompson, alasan untuk mengevaluasi pelatihan tidak pernah berubah sejak
pertama kali ia ditemukan,.perbedaannya terletak pada biaya yang cukup menarik
perhatian.selain itu permintaan investasi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
pelatihan tradisional.
Perusahaan-perusahaan
dunia nampaknya telah mengadopsi dua strategi untuk mengukur kesuksesan
pelatihan yakni tidak memperlakukan berbeda dengan pelatihan yang lain atau
memperlakukannya sebagai sesuatu yang hal yang terpisah dengan sangat spesifik
dan kriteria untuk sukses.
Towers
Perrin ialah salah satu perusahaan terbesar dunia di bidang konsultasi
manajemen dan pengembangan sumber daya manusia yang memiliki hampir 9.000
pegawai di 23 negara berbeda. Mereka pada akhirnya menerapkan e-learning
sebagai strategi dalam mengembangkan keterampilan pekerjanya.
Evaluasi
level I pada dasarnya merupakan variasi dari kuesioner yang mereka gunakan
dalam program instruksi terpimpin dengan sedikit pertanyaan khususnya tentang
seberapa mudah teknologi program e-learning yang mereka gunakan. Ini
mengindikasi apakah pengguna e-learning mampu memanfaatkan e-learning dalam
situasi kerja mereka saat ini.
C.
DATA
EVALUASI LEVEL I
Pada organisasi
yang tidak memiliki arsip dokumentasi dari evaluasi pelatihan yang telah
dilakukan, ada dua hal yang umumnya terjadi ketika mereka mengadakan evaluasi
yang beragam jenisnya. Mereka cenderung untuk tidak mengumpulkan informasi yang
diperoleh dari hasil evaluasi atau mengumpulkannya namun tidak melakukan
refleksi atas hasil evaluasi.
Pada
kasus pertama, siapapun yang hendak mengimplementasikan strategi e-learning
harus menetapkan apa yang ingin mereka ketahui dari kegiatan evaluasi yang
dilakukan serta bagaimana mengumpulkan dan melaporkan hasilnya. Dengan
demikian, kualitas pelatihan dapat di nilai lebih dalam. Sabine Steinbrecher of
Learning Library di Toronto, Canada, misalnya,sejak awal mereka telah
menentukan standar dan visi yang ingin dicapai dari pelatihan yang mereka lakukan.
D.
GAGASAN
E-LEARNING
Evaluasi
standar yang umumnya dilakukan sebuah perusahaan ada dua macam, yakni pendapat
partisipan pada pembelajaran (ketertarikan mereka padamateri yang disampaikan)
dan pengalaman yang di dapat selama di belajar di kelas (apakah mereka menyukai
program dan/atau instruktur pelatihan).
Beberapa
implementasi e-learning mengharapkan dapat mengevaluasi dua hal, namun ada tiga
faktor yang mempengaruhi hasil dari e-learning. Ketika Grup Frontline’s
Communispond akan beralih dari program instruksi terpimpin menjadi versi
web-based, mereka memutuskan untuk mengukur pendapat pengguna dan kemudahan
dalam penggunaan program yang
diterapkan.
Hasilnya,
sebagian besar pendapat menyatakan mereka tidak menyukai e-learning.
Kenyataannya, partisipan menyukai isi materi dan berpikir bahwa programnya
cukup baik, tapi apa yang mereka tidak sukai adalah e-learning itu sendiri.
E.
KEBAIKAN
DAN KEBURUKAN E-LEARNING
Sebenarnya,kesuksesan
evaluasi tidaklah susah, jika sebelumnya target yang ingin dicapai sudah jelas.
Target yang ingin dicapai dari proses evaluasi haruslah dipikirkan jau-jauh
hari sebelum menyiapkan sarana pendukung dan mengimplementasikan e-learning.
Selain
itu setiap orang perlu memahami alasan kenapa ia menggunakan sistem online dalam
mengukur perkembangan belajar dan keterampilan seseorang. Kesuksesan dalam
evaluasi pembelajaran dapat diukur dengan seberapa banyak program yang dimiliki
yang dapat terhubung ke internet dan berapa banyak orang yang menggunakannya.
Tom
Kelly’s telah membuat alat ukur dalam mengukur kesuksesan evaluasi e-learning
yakni kebermanfaatan dan kemudahan dalam penggunaan. Dengan sistem yang mudah
dan memberikan banyak informasi, setidaknya orang-orang akan berkelanjutan
menggunakan e-learning. Sehingga lambat laun mulai terbiasa memanfaatkannya dan
lambat laun perkembangan belajar yang dilakukan dengan e-learning dapat
diukur.
Barangkali
salah satu tujuan yang mendukung implementasi e-learning ialah untuk menghemat
biaya perjalanan dan waktu cuti kerja yang dibutuhkan untuk mengikuti
pelatihan. Pada kasus ini harus ada salah satu yang diutamakan. Namun tidak
menutup kemungkinan jika pada proses evaluasi e-learning ada kesuksesan lain
yang mengikuti.
Hasilnya,
bentuk evaluasi e-learning terlihat seperti “smile sheet” standar dengan banyak
pertanyaan dengan sedikit refleksi dari aspek teknikal program (kemudahan,
petunjuk dan kemenarikan). Semakin familiar sebuah isian online, semakin nyaman
peserta belajar dalam menggunakannya.
Tidak
seperti alat evaluasi bertarget Cisco, alat tersebut sangat mudah digunakan dan
dapat menangkap informasi dalam skala yang besar dan luas. Kelebihan lainnya
ialah kita bisa mendapatkan banyak hasil di berbagai bidang penelitian dalam
waktu saat itu juga. Kekurangannya ialah bahwa data yang disimpan terlalu
kompleks sehingga seringkali kita kebingungan data apa yang ingin
dikelola. Ketika skor kemudahan dalam
pemakaian dan petunjuk cukup tinggi, ini tidak bernilai tinggi sepenuhnya.
Alasannya ialah grup yang dites sebenarnya tidak nyaman dengan e-learning
(mereka lebih menyukai pelatihan di kelas dan segala hal yang terjadi dari
proses interaksi dengan instruktur). Hal ini berarti bahwa meskipun pertanyaan
spesifik dijawab positif, ada suatu hal negatif yang tidak bisa ditangkap saat
evaluasi.
Sebuh
dilema, jika kamu tidak mengetahui bahwa peserta pelatihan merasa tidak nyaman
dan hanya fokus pada perlengkapan pelatihannya saja. Hal yang demikian dapat
berpengaruh pada masa depan e-learning yang diimplementasikan.
Untungnya,
pengembang produk di Frontline melihat ini dan membagi evaluasi ke dalam tiga
komponen yakni isi pelatihan, kemudahan navigasi dan kenyamanan dengan
teknologi).
F.
SERINGKALI
TIDAK SESUAI
Satu
hal utama dari serangkaian perlengkapan pelatihan ialah sebuah program yang
menanyakan serangkaian pertanyaan berupa skala Likert 1-5 yang familiar untuk
semua orang yang mengambil program instruksi terpimpin. Pertanyaan itu dapat
berbunyi seperti “Apa satu aspek positif yang kamu temukan dari program
e-learning untuk anda?”. Meskipun
pertanyaan demikian masuk akal, namun dapat mendorong partisipan untuk
mengatakan sesuatu yang positif tentang program e-learning, bahkan jika mereka
menemukan seluruh pengalamannya ialah membingungkan, menjengkelkan dan tidak
senilai dengan waktu yang telah mereka gunakan. Hasil tersebut pasti akan
menggambarkan kepada orang-orang bahwa program e-learning disukai setiap orang.
Salah
satu alasan Cisco membangun pelatihan profesional yang mempertimbangkan sistem
evaluasi dasar yaitu karena mereka mereka membangun setiap bagian dari sistem
yang mereka miliki sejak awal.
Kini
banyak organisasi yang mencoba untuk mengimplementasikan program e-learning
dalam skala besar dengan beragam pelatihan dan waktu terbatas untuk
mengimplementasikannya. Program tersebut di buat oleh vendor dari luar
organisasi, serta menggunakan alat penilaian dan evaluasii pelatihan dari vendor yang sama. Dana yang dikeluarkan
jelas banyak yang tersimpan dan tidak semua perusahaan memiliki kelebihan dalam
hal waktu dan dukungan manajemen.
Dr.
Thompson dan banyak psikometrik yang curiga pada alat pengukuran yang dirancang
oleh orang yang sama dimana pelatihan yang dia buat turut diukur dalam evaluasi
tersebut. Dia mendorong perusahaan-perusahaan untuk setidaknya menyediakan
analisis pribadinya dan memeriksa dengan hati-hati pertanyaan yang ditanyakan.
Sebagian
besar alat evaluasi yang dibahas sejauh ini hanya menjangkau informasi Level I.
Ada level kedua yang fokus pada bagaimana menjangkau informasi Level II,
khususnya jenis yang gagal/terlewatkan. Pastinya, informasi Level II sangat
penting bagi para pembelajar. Informasi Level II dapat memberikan jawaban
apakah waktu yang mereka habiskan telah dihabiskan untuk sesuatu yang
bermanfaat dan apakah e-learning memperkuat perilaku bekerja mereka.
Akhirnya,
kriteria dalam menggunakan kebutuhan informasi untuk menyesuaikan kebutuhan
pengguna sebagai berikut
·
Para
pebisnis perlu tahu jika peserta pelatihan memiliki
kemampuan dan pengetahuan mereka mempunyai anggapan penting untuk mencapai
target organisasi. Mereka akan bersikeras bahwa informasi apapun adalah sangat
perlu untuk didokumentasikan dan akan melalui semua pemangku kepentingan.
·
Para
manajer membutuhkan bukti bahwa peningkatan
keterampilan telah dimiliki oleh para peserta pelatihan.
·
Para
peserta belajar membutuhkan penjelasan apakah
mereka telah mencapai apa yang seharusnya dicapai (keterampilan dan pengetahuan
yang akan mendorong hasil pekerjaan mereka).
G.
MELETAKKAN DASAR EVALUASI
Tidak bisa
dipungkiri bahwa usaha keras untuk mengevaluasi terjadi jauh sebelum data
pertama diperoleh. Untuk meletakkan dasar evaluasi, ada 7 (tujuh) aspek inkuiri
yang harus dimiliki untuk mendapatkan evaluasi yang sukses sebagai berikut
1. Apa
tujuan organisasi (tujuan jangka panjang dan saat ini)
2. Siapa
yang bertanggung jawab
3. Informasi
apa, jika telah terkumpul, akan menjadi indikator kesuksesan atau kegagalan
4. Apa
yang akan menjadi kriteria kesuksesan
5. Berapa
lama program akan diimplementasikan
6. Apakah
membangun sendiri atau membeli program e-learning
7. Apa
metode pengumpulan data yang akan digunakan
H.
TUJUAN ORGANISASI
Memahami
seluruh tujuan dapat membantu dalam penyusunan pertanyaan evaluasi dan tipe informasi yang akan dikumpulkan.
Misalnya, jika sebuah perusahaan berfokus pada biaya perjalanan dan waktu yang
dihabiskan, salah satu jenis informasi yang harus dikumpulkan adalah “Berapa
waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pelatihan?”.
Contoh lain misalnya, sebuah perusahaan
ingin mengurangi sejumlah 50% biaya pelatihan pekerja selama dua tahun. Maka
tujuan utama penyelenggaraan e-learning ialah untuk mengurangi biaya pelatihan.
Dengan meminta para pekerja mengikuti pelatihan melalui e-learning, mereka
hanya perlu duduk di kursi menghadap layar komputer, tanpa perlu memikirkan
biaya perjalanan pekerja menuju tempat pelatihan.
I.
MENGIDENTIFIKASI STAKEHOLDER DAN KEBUTUHANNYA
Meskipun
hal ini terdengar mudah tetapi nyatanya cukup sulit untuk dilakukan. Dalam hal
ini seseorang tidak hanya dituntut untuk mengidentifikasi tetapi juga
menentukan apa yang betul-betul ingin terwujud. Analisis yang seksama akan
membantu untuk menentukan apa yang akan diukur dan yang lebih penting yaitu
kriteria kesuksesan.
Mengabaikan
salah satu faktor dapat membuat masalah yang cukup besar nantinya. Jika hanya
fokus pada kebutuhan organisasi dan mengabaikan kebutuhan peserta pelatihan,
mungkin keberhasilan sudah sangat mungkin tercapai yakni menghemat biaya
pelatihan yang cukup besar, tapi peserta pelatihan barangkali akan menghadapi
sejumlah kesulitan dibanding menjalani program.
Identifikasi
sangat membantu untuk menggali tidak hanya peran stake holder, tetapi juga
hal-hal spesifik seperti nama, fungsi dan fokus utama. Buatlah gagasan diantara
hal yang implisit (hal-hal yang tidak hanya disuarakan tetapi juga diketahui
semua orang) dan eksplisit (pendapat yang muncul dalam korespondensi perusahaan).
Tujuan eksplisit misalnya mengurangi biaya pelatihan dengan e-learning dan
tujuan implisitnya bisa jadi depertemen pelatihan mengharapkan peningkatan
kompetensi dan mengontrolnya dengan pelatihan.
Mengidentifikasi
antara tujuan eksplisit dan implisit sebuah organisasi baraggkali membutuhkan
waktu yang tidak sedikit tapi dengan melakukan identifikasi dapat menghilangkan
hal-hal tak terduga yang tidak menyenangkan.
Organisasi
akan fokus pada bagaimana pelatihan dapat meningkatkan kemampuan bisnisnya
mencapai target. Manajer akan fokus pada pertanyaan, “Apakah pekerja yang
mengikuti pelatihan bertambah pengetahuannya atau menunjukkan performa bekerja
yang lebih baik dari sebelumnya. Peserta pelatihan fokus pada kegiatan
pelatihan yang diharapkan memperoleh pengetahuan baru yang meningkatkan
performa pekerjaannya.
J.
MENGIDENTIFIKASI KRITERIA KESUKSESAN
Hasil
pengukuran dan evaluasi yang berupa data yang terkumpul tidak ada maknanya
kecuali jika kita mengetahui apa arti dari angka-angka tersebut. Sebuah rerata
skor berjumlah 4,8 pada skala Likert nampak sangat hebat dan akan tersimpan
pada penyimpanan data untuk jangka waktu yang lama, namun apa sebenarnya makna
dari angka tersebut.
Kriteria
dibutuhkan untuk mengetahui apakah program e-learning yang diimplementasikan
sukses atau gagal. Kriteria ini juga dapat memberi gambaran seberapa sukses
atau seberapa gagal implementasinya dan tentu saja apa yang selanjutnya perlu
dilakukan berdasarkan hasil evaluasi.
K.
SEBERAPA
BANYAK WAKTU YANG DIBUTUHKAN UNTUK IMPLEMENTASI E-LEARNING
Cisco membutuhkan waktu lima tahun untuk
membangun e-learning hingga menjadi industri program e-learning yang pertama.
Mengidentifikasi berapa banyak waktu yang dimiliki merupakan salah satu hal
yang perlu diperhatikan. Selain itu perlu ada pertimbangan apakah saat ini
organisasi sudah sangat membutuhkan e-learning. Dalam keadaan tertentu
barangkali akan memaksa sebuah lembaga memiliki alat evaluasi yang beragam pada
waktu yang sama. Membuat prioritas merupakan hal yang tepat jika tidak ingin
terjadi kewalahan, pada dasarnya yang kita butuhkan hanyalah mengukur apa yang
perlu diketahui.
L.
MEMBELI ATAU MEMBANGUN SISTEM E-LEARNING
SENDIRI
Ketersediaan
waktu dan biaya barangkali menjadi masalah bagi sebagian besar organisasi.
Tergantung pada apa yang sebelumnya menjadi tujuan utama organisasi dan level
keahlian yang telah dimiliki, selanjutnya ialah mengambil keputusan apakah
membuat program e-learning sendiri atau membeli dari vendor yang menyediakan
jasa e-learning.
Pertanyaan
selanjutnya ialah, apakah membangun alat evaluasi sendiri atau menggunakan alat
evaluasi yang disediakan vendor. Jika alat evaluasi sudah valid secara ilmiah
maka ia akan berfungsi dengan sangat baik. Hasil evaluasi yang menggunakan alat
evaluasi yang valid dapat mengumpulkan data secara apa adanya dan keseluruhan.
Baik itu alat evaluasi buatan sendiri atau disediakan oleh vendor. Apabila
melihat alat evaluasi yang disediakan vendor, hal terpenting yang perlu
diperhatikan yaitu apakah ia benar-benar menginformasikan program e-learning
yang digunakan telah sukses atau gagal.
M.
METODE
PENGUMPULAN YANG DIGUNAKAN
Setelah
memutuskan apa yang akan dinilai dan untuk tujuan apa, hal yang telah dilakukan
selanjutnya ialah menyusun seluruh alat ukur untuk proses evaluasi. Kemudian
para peserta pelatihan melakukan kegiatan pelatihan. Bagian paling akhir dari
rencana evaluasi dan pengukuran yang dilakukan ialah untuk menentukan bagaimana
mengumpulkan informasi dan kemana hasil evaluasi akan ditujukan. Sebuah data base sederhana seperti Access atau yang setara dengannya
mungkin akan menjadi seluruh teknologi yang dibutuhkan.
Jika,
pada kasus lain, hasil dari penilaian atau hasil akhir pelatihan adalah bagian
dari catatan seseorang, namun ingin mengetahui bagaimana mekanisme dalam
mengambil catatan pelatihan ke sistem perusahan maka hal yang demikian dapat
diakses melalui software seperti SAP
atau PeopleSoft.
Setiap
orang yang pernah mencoba untuk bekerja dengan sistem yang mereka ketahui tentu
akan paham bahwa setiap data yang ada harus ditambahkan ke program. Dan selalu waspada pada
isu keamanaan dan privasi yang sedang berkembang.
No comments:
Post a Comment